Rabu, 28 April 2010

Apa kamu? Kelinci? Yakin?

Dulu, gue pernah melihara kelinci. Hewan peliharaan pertama gue, sekaligus juara bertahan rekor hewan terlama yang betah gue jadiin piaraan. Namanya Keli--OH SO DAMN UNCREATIVE--wakakaka, maklum lah ya, namanya aja anak SD labil girang dapet bully object piaraan. Jangankan kepikiran nama secihui Antonio, Speranzone, atau Jose Andreas. Itu aja gue baru tau kelinci gue jantan setelah sekian lama.

Keli tumbuh sehat, seekor kelinci putih gemuk dengan manik mata merah kayak albino. Dia kalem, cool gitu deh, dan nggak pernah bikin pusing. Kelinci teladan idaman semua wanita. Ketika dia gedean, gue cariin dia pasangan, dan muncullah Boni, kelinci betina berwarna cokelat dan bertubuh besar. Semoga pertukaran gender nama antar dua kelinci ini nggak termasuk animal abuse.

Singkat kata, ketika Keli mati, gue nangis histeris dan mbak gue nguburin jasadnya di halaman belakang. Sejak itu, antusiasme yang sama pada hewan peliharaan nggak pernah gue rasakan lagi. Bahkan beberapa kali miara kelinci, nggak juga bikin gue betah. Gue teringat terus Keli yang cool, manis, dan bikin gw seneng ngelus-ngelusnya. Dibandingkan saat ngurus hamster atau ayam, kelinci lebih lucu karena nggak banyak tingkah dan makanannya pun murah. Menurut gue, kelinci adalah pilihan piaraan yang oke.

.......tapi itu cuma sekedar pemikiran lugu nan polos gue, yang berakhir dengan tragisnya pada detik dimana Alin, seorang teman kost gue, memutuskan untuk memelihara seekor kelinci berbulu cokelat bernamaCINCI.

Ketika pertama kali datang, Cinci sangat menggemaskan. Kecil mungil, gitu. Tapi sekali lagi, waktu menunjukkan kekejamannya, Cinci pun tumbuh mengerikan. Ia menjadi seekor kelinci labil, bertubuh super gemuk sampai kandangnya ga sanggup menampung dia lagi. Gue jadi inget, dulu gue sering ngusulin supaya nama Cinci diganti jadi Kardus, karena bulunya cokelat. Atau Rendang, karena dia enak. Yah pokoknya, ia tetap bernama Cinci, tapi bukan Cinci si imut lagi. Mengutip deskripsi Onye pada Tumblrnya, inilah Cinci:

"Jadi ya, di kosan gue ada makhluk paling ajaib. Kakinya aja empat. Autis. Bisa loncat-loncat sambil tremor, agak gila. Pemakan segala —tapi bukan gue. Suka naik sofa, genteng, atau laptop. Bisa lari sprint bolak-balik terus tau-tau loncat ke pangkuan lo. Demen banget nyium bau kaki, alas kaki, daki, ama pantat orang. Kalo laper suka nyakar punggung orang atau gigitin sepatu lo. Pokoknya tukang bikin heboh deh."

Bagaimana? Belum cukupkah gambaran seekor CINCI bagi kalian? Oke, masih ada. Kali ini deskrip oleh Qilla, masih via Tumblr:

"Ini Chinchi, kelinci di kosan Doppio yang hobi makan APAPUN (gw kasih tau ya, dia makanin daki anak-anak yang lagi luluran) dan kelakuannya lebih mirip anjing ketimbang kelinci. Kadang gw berpikir, jangan2 dia reinkarnasi anjing."

Tambahan dari gue, Cinci itu suka PUP sembarangan. Udah bukan hal baru lagi gue ngebuka pintu dan menemukan bulatan-bulatan hitam eksotik berserakan di depan kamar. Atau mendengar jeritan-jeritan mengalahkan Tarzanwati dari seorang temen kost gue, Olive, yang menderita Cinciphobia. Singkatnya, kalau bukan karena masih hormat sama Alin, mungkin kita udah ngejual Cinci ke restoran kelinci di depan kost buat nambahin duit jajan.



Photo courtesy of Qilla. Gila yah, disini Cinci kayak penampakan banget. Nggak heran dia disangka kelinci mistis sama aki-aki tetangga gara-gara jatoh dari genteng (kost gue) ke halaman rumah sebelah yang dijaga aki-aki itu. DAN NGGAK MATI, sodara-sodara! Cinci ini beneran kelinci gaib kali, ya? Dia pernah kekurung di kamar loteng tiga hari, dan masih hidup meski ga ada makanan! Cuma jadi kurusan dan dekil aja. Sekarang sih mendingan, dikasih pita leher plus lonceng biar kalo ni kelinci binal ngabur lagi, gampang ketemunya. Habisan dia suka hiper gitu sih. Hypebunny. Halah, apeu...

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda